Halaman

Minggu, 12 Desember 2010

Yang Muda, Yang Syahid dalam cinta-Nya

by: Annisa Nur Amala

Happy sweet seventeen…ucapan-ucapan ini yang sering dilontarkan remaja muda sekarang ketika menginjak usia ke-17. Sekarang, coba kita ber-nostalgila kembali ke jaman SMA, tepatnya ketika ultah ke-17. Yang masih terngiang-ngiang dalam pikiranku saat itu ialah ucapan seorang sahabat. Secara tersirat ia mengajakku tuk merenung…
“Tau gak di usia 17 tahun, Muhammad Al-Fatih sudah menjadi panglima perang…” katanya. Tapi dasar anak ramaja jaman dulu, boro-boro tau Muhammad Al-Fatih, udah gak –in. Jaman itu kite-kite lagi tersihir sama penyihir macam Harry Potter. Tiap hari di sekolah ngomongin HP mulu, mulai dari koleksi tabloidnya, bukunya, pelemnya, sampai pernak-pernik lain yang gak penting. Nah biar kamu-kamu gak gapse (gagap sejarah) n gapis (gagap Islam). Musti n kudu baca nih tulisan…
Kalau sekarang sering banget orang-orang nasionalis di luar sana gembar gembor  berwacana bahwa pemuda adalah tonggak generasi penerus yang unggul, maka dari itu bangkitlah wahai pemuda. Nyatanya tetep wae pemuda-pemuda Indonesia sekarang masih gulap gempita dengan dunianya yang serba hedonis, individualis, materialis n isme-isme lainnya. So, what’s wrong with it? Ternyata jiwa nasionalis hanya digeluti sebagian kecil pemuda, itupun baru muncul sekali dalam setahun tepatnya tanggal 17 bulan agustus. Means…ikatan nasionalis ini nilainya lemah banget sis, bro. Lagipula paham ini gak berasal dari Islam, tapi dihembuskan oleh penjajah kita. Paham ini juga yang sebenernya ngebuat Husni Mubarak gak ngebukain perbatasan Mesir buat menampung pengungsi Gaza tempo hari lalu n sudah ngebuat raja Arab Saudi gak menyiarkan berita-berita Gaza di saluran TV pemerintahan.



Kalau kita amati kebangkitan pemuda yang sesungguhnya ada pada jiwa-jiwa pemuda Islam jaman dulu maupun sekarang yang bener-bener berjuang demi agama Islam atas dasar ikatan akidah Islam mereka bukan ikatan nasionalisme.
Muhammad Al-Fatih, Abdullah bin Rawahah, Usamah bin Zaid, adalah beberapa contoh pemuda Islam yang luar biasa perjuangannya. Kalau di usia 17 remaja sekarang sibuk dengan aktivitas cinta-cintaan dengan lawan jenis, mereka justru sibuk dengan aktivitas mikirin nasib umat. Ironis memang…
Muhammad Al-Fatih seorang pribadi yang tidak pernah meninggalkan tahajud dan shalat rawatib sejak baligh hingga wafatnya. Di usia 23 tahun ia berhasil memfutuh (membuka) wilayah  konstantinopel (sekarang Istambul) yang pada saat abad pertengahan terkenal sebagai pusat peradaban barat. Sang pemuda ini berhasil mengambil alih konstantinopel dari tangan kerajaan Bizantium yang pernah menguasai Konstantinopel lebih dari 10 abad. Keahliannya dalam perang sangat diakui, bahkan saat sakit sekalipun, beliau tetap pergi ke medan perang. Subhanallah…
Abdullah bin Rawahan tak kalah hebatnya. Ibnu Rawahah adalah seorang penulis dan penyair ulung. Dalam suatu peperangan, Ibnu Rawahah datang untuk menyemangati pasukan Muslim dengan syairnya
"Kawan:kawan sekalian! Demi Allah, sesungguhnya kita berperang melawan musuh-musuh kita bukan berdasar bilangan, kekuatan atau banyaknya jumlah Kita tidak memerangi memerangi mereka, melainkan karena mempertahankan  Agama  kita ini, yang dengan memeluknya kita telah dimuliakan Allah … !”
Dalam perang Mu’tah, Abdullah bin Rawahah menjadi panglima perang termuda. Di usianya yang belum genap 18 tahun, beliau menemui syahidnya. Syairnya yang menggetarkan hati kala perang itu “Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga. Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga …..Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati. Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….Tibalah waktunya apa yng engkau idam-idamkan selama ini. Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!"(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid bin Haritsah dan Ja’far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada). Wah subhanallah, kita di usia 18 lagi ngapain ya???
Usamah bin Zaid lebih dahsyat lagi, ketika usianya masih sangat muda, ia meminnta izin pada Rasulullah untuk ikut dalam perang Uhud, namun karena masih sangat muda, Rasul tidak mengizinkan. Diceritakan dalam sejarah Usamah pulang sambil menangis saking sedihnya tidak diizinkan ikut perang. Namun usaha beliau tidak berhenti sampai di situ, akhirnya di usianya yang ke 15, Usamah ikut berperang dalam medan Khandaq. Wah-wah usia 15 kayaknya kita baru belajar yang mana tangan kanan yang mana yang kiri kali ya (huehehe)…
Pahlawan Islam ini ternyata tidak hanya ditemui zaman Rasulullah dan pendahulu kita. Di jaman modern ini pun, banyak pejuang-pejuang sejati yang rela mengorbankan apapun demi menegakkan Islam, tak terkecuali nyawa mereka. Konflik tak berujung di Palestina menjadi bukti kesyahidan Fatimah An-Najjar seorang nenek pertama pelaku  bom syahid. Adapula yang masih tergolong remaja misalnya Ayat Al-Akhras, beliau adalah seorang syahidah muda dan cerdas yang rela mengorbankan dirinya demi kepentingan agama. Calon mempelai yang telah manjahit sendiri pakaian pengantinnya ini memilih untuk mengakhiri hidupnya  pada usia 16 tahun sebagai pelaku bom syahid di kota Tel Aviv, sebelum pernikahannya berlangsung. Sungguh mulia kiranya…
Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Jawabannya singkat, sadari hakikat dan tujuan hidup kita yang tak lain untuk mendaparkan ridho Allah sebaga tiket ke surga. Untuk meraih ridoNya, lakukan perintahNya dan jauhi laranganNya. Dan yang terpenting teruslah berjuang untuk memperbaiki kondisi umat Muslim yang terseok-seok dengan berusaha maksimal dan optimal di dalam dakwah tuk meraih syahid dalam cinta-Nya. Sebab kita yakin bahwa mati sebagai syuhada adalah sebuah kemuliaan dan tentunya keindahan. Firman Allah Swt.: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.”  (TQS at-Taubah [9]: 111)



Ayat Al-Akhraz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar