Halaman

Jumat, 02 Maret 2012

Caliphatization

Tulisan oleh: Muhammad Ismail Yusanto
 
Beberapa waktu lalu, via email saya menerima kiriman soft copy tesis master di Department of Southeast Asian Studies University of Passau, Jerman,  dari penulisnya  sendiri, Muhammad Riza Nurdin, yang berjudul From Jerusalem to Jakarta, then Aceh: The Global-Local Nexus of Hizbut Tahrir Indonesia. Intinya, tesis ini meneliti hubungan antara aspek globalitas dari agenda Hizbut Tahrir Indonesia dan aspek lokalitasnya.
Bukan kali ini saja Hizbut Tahrir (HT) menjadi obyek penelitian. Cukup banyak peneliti, baik dari dalam maupun luar negeri, yang mengkaji atau mengamati HT dengan aneka ragam perihal yang diteliti. Di antaranya, seperti Syamul Rijal, dosen IAIN Antasari Banjarmasin, yang meneliti sistem rekrutmen yang dilakukan oleh HTI di kalangan mahasiswa di Makassar. Hasil penelitian itu menjadi tesis S-2 di Australian National University (ANU), Canberra, Australia, dan diterbitkan dengan judul Menarik Kaum Muda, Studi Terhadap Sistem Rekrutmen Hizbut Tahrir Indonesia di Makassar, Sulawesi Selatan (2010). Lalu ada Muhammad Imdadun Rahmat yang meneliti sejarah masuk dan berkembangnya HTI di Indonesia.  Tesis S-2 di UIN Sahid, Jakarta, itu kemudian diterbitkan sebagai buku pada tahun 2007 dengan judul,  Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam TimurTengah ke Indonesia.
Di level internasional, ada  Mohamed Nawab Mohamed Osman yang untuk tesis Ph.D-nya di ANU, Canberra, meneliti jaringan dan strategi mobilisasi HTI. Hasil penelitian itu diterbitkan sebagai buku pada  2010 dengan judul, The Transnational Network of Hizbut Tahrir Indonesia dan Reviving the Caliphate in the Nusantara: Hizbut Tahrir Indonesia’s Mobilization Strategy and Its Impact in Indonesia. Ada lagi Fahlesa Munabari yang menulis Hizb ut-Tahrir Indonesia: The Quest for the Caliphate and Shariah yang dipresentasikan dalam seminar internasional Islam and Middle East: Dynamics of Social and Political Transformation di  Kyoto, 2-3 August 2008. Pada tahun 2010 dia juga menulis Hizbut Tahrir Indonesia: The Rhetorical Struggle for Survival yang merupakan bagian dari buku Islam in Contention: Rethinking Islam and State in Indonesia (Wahid Institute, 2010). Ada lagi Mohammad Iqbal Ahnaf yang pada  2009 menulis  Between Revolution and reform: The Future of Hizbut Tahrir Indonesia.

Jumat, 10 Februari 2012

Lalu Lintas



Pagi dan petang adalah tantangan tersendiri dalam keseharian saya dan mungkin orang-orang yang lalu lalang di jalan raya untuk mengejar terpenuhinya seabrek kegiatan di dunia luar. Pagi hari kami berlomba mendapat jatah sepetak sirkuit di jalan raya demi lancarnya laju kendaraan kami menuju destinasi akhir, begitu pula saat petang tiba kami mencari celah kecil di jalan raya yang ramai untuk segera tiba di rumah. Yup, pagi dan petang adalah saatnya bermacet ria, walaupun kata orang jakarte mah, bandung masih mending kalee…Tapi tetap saja yang namanya macet, pasti bawaannya esssmosi, bikin otak panas, bĂȘte, capek, de el el. So, it is really push me to write it down, yes…I called it “the traffic phenomenon”. Beberapa fenomena “unik” yang sering saya rasakan saat di jalan raya.


Beware of angkot
Sebagai pengendara motor yang sering melaju dengan kecepatan kisaran 50 km/jam dan ngambil trek sebelah kiri jalan, yang sering saya rasakan adalah beware of kendaraan umum, baik itu angkot atau bis. Coz mereka seringnya gak peduli sekitar. Yang mereka pikirkan hanya penumpang. Akibatnya, saya sering sekali dibuat kesal kalau tiba-tiba angkot di depan saya berhenti, atau tiba-tiba melaju, belok kanan dan kiri seenaknya, pokoknya apa kata penumpang deh, sampai gak peduli kendaraan di sekitarnya yang sedang kerepotan ngikutin pola lajunya mereka, seperti saya :D

Masih tentang angkot…
Kali ini posisinya sebagai pengguna angkot. Walau sejak 2010 saya punya motor, tapi ada saat tertentu yang mengharuskan saya untuk tetap menggunakan jasa angkot. 2 tahun ini harapan saya, supir angkot sudah mengalami perubahan. Dulu, istilah ugal-ugalan selalu melekat pada supir angkot (walau ga semua). Ternyata, saat saya kembali naik angkot, kebiasaan ini gak berubah, laju mobil yang njot njotan, kebiasaan ngetem, nyalip kendaraan karena kejar setoran sampai nyetirnya ugal-ugalan masih saja dipelihara sama supir angkot..belum berubah sama sekali :D

Be a racer whenever the green light turns on
Pasti pernah nonton balapan mobil atau motor kan? Apa yang dilakukan pembalap saat lampu hijau menyala di awal balapan? Mereka langsung tancap gas tanpa berpikir panjang. Biar gak kesalip n kehilangan posisi. Yang terjadi di jalan raya pun memaksa kita untuk bermental pembalap saat lampu hijau menyala. Kalau kita lelet sedikit aja, siap-siap diklakson kendaraan di belakang. And I really hate that. Mbo’ yo’ sing sabar dikit kek, kan kudu masukkin gigi atau kopling dulu, mesti liat kanan kiri dulu, kali aja ada kendaraan nakal tetap melaju, mungkin karena gak ngerti tanda lalu lintas atau buta warna :D.

Trotoar = trek motor alternatif
Setiap masalah pasti butuh solusi. Terkadang solusi yang ditemukan terlampau kreatif. Misalnya terkait penggunaan trotoar. Trotoar hakikatnya sebagai tempat berjalannya pejalan kaki. Namun fenomena motor melaju di trotoar sepertinya bukan hal yang aneh lagi. Alasannya, macet! Karena macet, seringkali motor nyelip sana-sini di antara mobil, kalau sudah mentok dan  ga ada lagi jalan, trotoar dipakai sebagai jalan alternatif bagi motor. Sebagai pengendara motor, saya sering nyadar dan tidak pake trotoar lho (kecuali kepepeet banget :D)….Saking kesalnya pejalan kaki karena hal ini, pernah ada video amatir yang sedang menunjukkan seorang ibu yang negor pengendara motor yang sedang jalan di trotoar, sang ibu pun dijuluki pahlawan pembela hak pejalan kaki. :D

So, kompleksnya masalah di jalan raya ini semoga bisa dipetik pelajarannya. Intinya, kenyataan mumetnya lalu lintas ini semuanya mengundang bahaya. So, be always be careful. Syukur-syukur kalau tulisan saya ini kebetulan dibaca sama ahli tata kota yang punya link ke penguasa (mimpi kali ya). Ayo dong perbaiki tata kota negri ini biar aman, tentram, menghindari bahaya dan sesuai fungsi yakni memudahkan mobilisasi setiap orang untuk beraktivitas.