Halaman

Selasa, 06 Desember 2011

Mendadak Nanny

Saat masih kecil, aku pernah pingin banget punya adik, maklum nasib si bungsu. Kayaknya seru ngurusin adik bayi, itung-itung di rumah jadi ada mainan. Pernah kuutarakan keinginan ini kepada mamaku, tapi nampaknya harapan ini cuma mimpi, karena mama gak pernah menargetkan untuk punya anak lagi. Jadilah aku sampai sekarang menjadi si bungsu. Tapi harapan ini terobati setelah aku punya 2 ponakan yang lucu2. Taris dan fatih namanya.  


3 tahun lalu, saat sedang sibuk-sibuknya skripsi, saat harapan-harapan kelulusan mulai bermunculan, tiba-tiba kakak perempuanku (yang adalah umminya taris dan fatih) meminta bantuan, dan kali ini nampak serius. Saat itu ia hendak pergi umrah, artinya taris dan fatih harus ditinggal umminya selama 1-2 minggu ke depan. Ia pun memintaku untuk ngurus taris dan fatih di Makassar. 

Terkejut, heran, sekaligus senang rasanya saat itu. Terkejut...karena mendadak banget, heran...karena why me? Senang...karena merasa this is it, bukankah dulu aku pingin punya adik dan mengurusnya? Kakakku berusaha untuk meyakinkan bahwa akulah orang yang dapat dipercayanya untuk menggantikannya selama ia pergi. Alasannya karena kemiripan wajahku dan wajahnya, jadi fatih (yang saat itu tipenya lengket banget sama ummi) gak begitu sedih dan rewel karena minimal wajahku selalu jadi pengingat wajah umminya. Tapi masa’ hanya karena alasan ini sih, aku harus “repot” ke Makassar, dengan konsekuensi meninggalkan penelitian skripsiku. Toh disana kan sudah ada eyang putri dan eyang kakung yang bisa jadi “tempat penitipan anak” ^_^. Lagi-lagi, Kakaku  membujuk. Menurutnya eyang-eyang bisa saja mengurus dan ngopeni, tapi untuk mengajar dan mendidik belum tentu mereka bisa (well, emangnya aku bisa ya sis? :p). 



Pertimbangan terberat saat itu sebenarnya ganjalan penelitianku yang sedang jalan dan gak mungkin ditinggal begitu saja. Tapi ternyata kemudahan selalu datang dari arah yang tak terduga. Kebetulan partner penelitianku baiik banget dan mau untuk sementara menghandle sendiri tikus-tikus percobaan kami ^_^, dan Alhamdulillah-nya lagi dosen pembimbingku saat itu memaklumi dan mengizinkanku tuk pulang ke Makassar. So, keputusan pun dibuat dan akhirnya aku meninggalkan sejenak semua kepenatan skripsi di bandung untuk berwisata “the nanny” di Makassar. 
Kursus singkat dari kakaku tentang do dan don’t pun dimulai setelah aku di Makassar. Yang paling ku ingat adalah masalah “ritual” taris dan fatih sebelum tidur. Sebelum pergi tidur, mereka bertiga (ummi, taris, dan fatih) terbiasa untuk mengucapkan kalimat-kalimat (yang bahkan sampai sekarang pun aku gak hapal hehe), sampai-sampai taris saat itu mengusulkan kalimat-kalimat itu untuk ditulis di kertas biar tante anis bisa baca katanya. 
Selama hari-hari mengurus mereka itu, banyak banget pelajaran dan pengalaman yang unik-unik, lumayan lah si bungsu akhirnya punya pengalaman menjaga adik kecil. Pernah di satu pagi saat fatih baru bangun, dengan mata masih merah dan suara serak, dia menoleh ke tantenya yang berada di sebelahnya, dan berkata “ummi…”. Spontan akupun ingetin dia ini tante anis fatih, umminya masih ada di mekkah sana, inget kan? Ia pun berkata “oh iya lupa, habis mirip sih” xixixixi, dasar anak-anak. Yang paling repot kalau fatih mulai kangen sama umminya, air mata sering gak bisa lagi terbendung, dan akhirnya dia pun menangis manja pingin ketemu umminya. Lucu dan seru deh pokoknya. 
Akhirnya hari-hari tanpa ummi bisa mereka berdua jalani, terutama si kecil fatih yang memang masih sulit menerima kenyataan umminya jauh darinya. Tapi sebagai hadiahnya, ia pun dapat banyak sekali oleh-oleh sekembali kakakku ke tanah air. Jangan lupa tantenya juga ya ^_^. Apa targetan “the nanny” berikutnya ya ^_____^

2 komentar:

  1. huaaa ... jadi ingat masa2 itu @.@
    btw re-follow me dong daftar sobat blog ku hilang semua hiks

    BalasHapus
  2. hehe. kok bisa hilang? dirimu juga hilang jadi followerku...

    BalasHapus