Halaman

Selasa, 29 November 2011

Pengumuman:Dibeli! PASAL dengan Harga Tinggi

by:Annisa N.Amala

Beberapa waktu yang lalu, ketua MK Pak Mahfud MD menggegerkan banyak pihak karena pernyataannya yang cukup “panas” terkait praktik jual beli pasal perundangan di Indonesia. Untuk membuktikannya memang sulit, kayak kentut…tercium baunya, tapi jarang yang mau ngaku, atau bahkan gak ada yang ngaku. Pak Mahfud sendiri mengangkat isu ini bukan tanpa bukti. Ada 4 kasus yang dibeberkan, seperti dikutip di vivanews.com tanggal 17 November 2011. Pertama, lima orang yang dihukum karena mengeluarkan dana Yayasan BI sebesar Rp100 miliar untuk menggolkan Undang-Undang Bank Indonesia, Rp68 miliar untuk pengacara, Rp31 miliar untuk DPR. Kedua, Rp1,5 miliar Dana Abadi Umat yang dibayarkan ke DPR untuk menggolkan UU Wakaf. Ketiga, tentang mafia anggaran yang diungkap oleh politikus Partai Amanat Nasional Wa Ode Nurhayati bahwa ada calo anggaran APBNP yang dipotong setiap proyek sebesar enam persen. Keempat, kasus suap terkait Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang sekarang mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Alasan keluarnya isu perdagangan pasal dari lisan seorang Mahfud MD karena sebagai ketua MK, beliau memandang ada yang kurang beres dengan mekanisme perancangan, pembuatan, sampai penetapan UU di negri ini. Walaupun panduan prolegnas sudah ada dalam penyusunan UU, tetap saja fakta UU yang dihasilkan rata-rata buruk. Dari 406 undang-undang yang di-judicial review ke MK, 96 di antaranya dikabulkan. Itu sekitar 23 persen saja. Akhirnya bergulirlah premis ini.

Masih menurut pak Mahfud, ada 3 penyebab kenapa UU yang dikabulkan jumlahnya sedikit, bisa jadi karena tukar-menukar keinginan politik antar anggota DPR, atau karena para anggota dewan “kurang ilmu” dan tidak professional, atau yang bisa jadi akan terjerat tindak pidana yakni adanya jual beli pasal.

Sederhananya, jual beli ini akibat adanya kepentingan pihak tertentu terhadap suatu kebijakan. Masih ingat saat masa kampanye dulu? Ketika calon-calon pemimpin negri ini berlomba-lomba meraih suara terbanyak sampai harus ngeluarin modal yang jor-joran, bahkan ada yang rela jual asset barang-barang berharganya demi 1 kursi di pemerintahan? Setelah kepilih, kudu ada rancangan balik modal kampanye dalam tempo sesingkat-singkatnya :D. Nah, pengusaha/pebisnis/investor jeli melihat fenomena ini. Mereka pastinya butuh kemudahan dari pihak birokrasi biar usaha/bisnis/investasi mereka pun aman terkendali. Terjadilah hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara pemerintah dan pengusaha, sering disebut korporatokrasi. Pengusaha bisa saja menyuap penguasa biar menggolkan UU yang pro-pengusaha. Hasilnya….muncul UU Pasar Modal, UU Perseroan Terbatas, UU Penanaman Modal, UU Otda, UU Kelistrikan, UU Migas, UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Perlindungan Konsumen, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Hak Atas Kekayaan Intelektual, UU Sumber Daya Air, UU Minerba, dan sebagainya, yang semuanya serba bernuansa neoliberal dan keberpihakkannya hanya untuk pemodal besar saja. Ujung-ujungnya privatisasi sumber daya alam. Gimana rakyat? Lagi-lagi diabaikan…
Kalau kata pak mahfud ada 3 penyebab praktik tarik ulur pasal ini berlangsung, maka sebenarnya ada 1 hal lagi penyebabnya, lemahnya hukum/UU/aturan/pasal yang disusun manusia…

Benar banget kata Allah SWT di dalam surah Al-maidah:50 yang artinya

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?

So, lets bring back the law in Quran n Sunnah.

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu” (TQS.An-Nisa:61)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar