by: Annisa Nur Amala
Bunda, warna-warni namamu menghiasi setiap detak jantungku
Aku tidak ingat persis waktu aku dalam perutmu, mungkin ketika aku bosan menunggu,aku berontak, tangan dan kaki kecilku menendang kesana kemari, namun kau sabar
Ketika aku di titik nadir penantianku, penat dengan kegelapan, dan rindu melihat janji Tuhan yang dibisikkanNya waktu itu, aku semakin meregangkan seluruh anggota tubuhku, namun kau sabar
Perih dan rasa sakit tak bisa menyaingi perasaanmu yang berbunga-bunga melihatku
Lepasnya ikatan antara aku dan dirimu membuatku cemas,maka aku spontan menangis, aku takut kehilangan kehangatan tubuhmu
Namun aku tau kesedihanku tidak berdasar, karena kau ada disana, masih dengan nafas yang tersengah-sengah, kau peluk aku dekat dengan jantungmu
Kurasakan kembali irama detaknya yang sama seperti dulu
Ibu, semburat wajahmu selalu mengiringi helaan nafasku
Saat dunia terasa asing bagiku, kau dengan sabar mengajarkannya, sehingga saat itu angan-anganku semakin menjadi-jadi, ku tanyakan segala hal padamu, kau jawab dengan tabah
Saat inginku semakin membuncah dan tak masuk akal, kadang kau memarahiku, aku pun menangis, kukira kau tidak sayang padaku, aku pun mulai membanting segala yang ada di sekitarku, seakan dunia akan memihakku, aku juga mulai membentakmu, meneriakkan kata-kata yang kudapat dari pengamatanku di dunia luar, kukira rasa sayangmu mengharuskanmu memenuhi segala yang kuinginkan
Kau pun tetap sabar
Mama, usapan lembut tangan dan kalbumu selalu menyertai jiwa dan ragaku
Dunia semakin membuatku gila, banyak godaan dan cobaan yang kutempuh, kadang aku merasa bekal yang kau berikan padaku belum cukup untuk membuatku terus berdiri menghadapi angin yang berhembus kencang dalam setiap lembaran hidupku, dan aku harus menjaganya agar tidak robek dan terbawa arusnya
Saat itu kau datang dan hanya memberiku sebongkah buku memori hidupmu
Rupanya sudah usang, kertasnya pun mengkerut karena termakan usia
Selebihnya kau hanya berdoa, siang dan malam memohon pada Tuhan agar aku mampu melalui masaku, dewasaku, tuaku, hidupku, matiku, sesuai dengan rangkaian lukisan Ilahi, indah dan menawan, serta berbuah surga. Seringnya aku kecewa karna yang kuinginkan adalah kau menjadi diriku, merasakan kepenatanku dan kegelisahanku. Kau tetap senyum, menyembunyikan air mata, dan tetap sabar
Ibunda, wahai makhluk Allah yang mulia karena pengorbanannya, kau begitu rapuh nan jua sangat tegar, kau begitu halus namun tekadmu keras, maafkan keegoisan anakmu, ulah dan tingkah yang sering menyakitimu hanya kau anggap angin lalu, karena aku adalah bagian jiwamu
Bukan dengan tumpukan harta, ataupun sederet kedudukan yang ku persembahkan padamu untuk membalasmu, karena mereka akan hilang sekejab mata saat Tuhan mencabut nyawaku, inginku, kupersembahkan sebuah kapling tanah firdaus untukmu kelak yang paling dekat denganNya, sabarlah bunda, sabar sedikit lagi, karena perjuangan hidup ananda, kelak akan berujung pada kebahagiaanmu…insya Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar